Kamar bernuansa biru itu
kini sepi tiada berpenghuni. Kamar mungil itu kini tak lagi ramai seperti hari
biasanya. Di kamar itulah tempat terindah mereka bertiga kala terlelap di malam
hari. Di kamar itulah aku bisa lihat mereka bertiga, anak – anak mungilku tidur
setelah sepanjang hari bermain. Mereka bertiga sudah aku anggap seperti anak
kandungku sendiri. Mereka bertiga belahan jiwaku, penghias hari – hari, temanku
dalam kesendirian, temanku dalam kerinduan. Walau sebenarnya mereka bertiga
bukanlah anak – anak kandungku sendiri, aku tetap menyayangi mereka. Ibu kandung
anak – anak mungilku masih berusia muda. Jadi aku paham mengapa ibu kandung
mereka kadang tak peduli apakah mereka sudah makan, sering pergi tanpa pesan
tetapi tetap kembali jika sudah lapar. Aku memaklumi ibu muda ini. Ibu yang
usianya jauh dibawahku, namun sudah melewati masa – masa kecilnya bersamaku
hingga sebesar ini.
Siang ini mentari terik
sekali. Aku menjadi malas keluar rumah. Jadi inilah yang aku lakukan kini. Duduk
di bibir pintu menghadap kamar mungil mereka, dan mencoba mengenang keberadaan
mereka dalam sebuah handphone. Didalam hanphone yang aku pegang kini terdapat
puluhan potret wajah anak – anak mungilku. Kupandangi satu per satu wajah –
wajah lucu dan imut mereka. Aku begitu menikmati tiap lembar demi lembar aksi
dan tingkah laku mereka yang berhasil aku abadikan. Ada berbagai pose yang
kadang mengundang tawa. Pose saat mereka tanpa sengaja tertidur diatas kasurku,
pose saat mereka berloncatan gembira bermain dengan mainan mereka, hingga pose
sadar kamera mereka lakukan layaknya model – model majalah.
Aku akui kerinduan akan
hadirnya anak – anak mungilku begitu mendalam. Aku akui kini aku hampa tanpa
mereka bertiga. Aku akui kini hatiku terluka menahan tangis. Merindu dalam
kenangan. Menagis dalam diam. Perlahan aku tak dapat menahan tangisku. Air mataku
tumpah ruah hingga pipi ini basah lagi. Aku pegang mataku yang sudah bengkak. Kelopak
mataku sakit. Mungkin warnanya sudah merah muda terlihat. Tangisanku yang
keluar perlahan tak dapat kubendung lagi. Kini aku menangis sesegukan, menahan
sesak luka didada. Terbayang lagi untaian – untaian kenanganku bersama anak –
anak mungilku. Terbayang kembali kisah kepergian mereka yang tak pernah kuduga
dan kuterka.