Monday, December 31, 2012

Secangkir Teh Penutup Tahun

"Duaar..!! Taar.., Taar, Taar...!!" suara - suara petasan terdengar keras. Kilatan - kilatan cahaya merah, kuning dan biru membuyar ke langit - langit gelap di penghujung dua ribu dua belas. 

"Duaar..!! Taar.., Taar, Taar...!!" sorak kegembiraan warga kampung masih saja melengkapi suasana malam, padahal baru saja kota diguyur hujan deras. Hujan seakan memberi peluang untuk menyemaraki akhir tahun.

"Srrrrfff..!" aku menyeruput teh hangat mengusir rasa dingin yang sempat menusuk ke ulu. Duduk di kursi depan warung Ibu. Sesekali mengadah ke langit - langit, sesekali memperhatikan gerombolan anak yang masih berkeliaran di jalan.

Aku menikmati sajian pertunjukan petasan yang sudah terlihat ramai di hari akhir tahun 2012. Kurenungi setiap jejak kehidupan yang telah kulalui bersama 2012. Setidaknya ada beberapa impian yang telah kuraih di tahun ini. Salah satunya menjajaki luar negeri. Terlintas lagi dibenakku saat pertengahan Februari lalu petualangan itu bermula. Singapura menjadi situs pertama kakiku berkelana di luar negeri. Bersama kedua sahabat, kami menjelajahi negeri kecil yang kaya itu. Seketika senyum mengembang mengingat hari itu. Aku dan kedua sahabatku pernah mengukir impian lagi menjelajahi negeri itu sekali lagi. Mungkin di penghujung tahun 2013 nanti, harapanku begitu kuat. 

"Mail..!" Ayo panggang sate Nak! Ada orang makan." panggilan dari Ibu membuyarkan lamunanku. Aku bergegas menuruti perintahnya. Secangkir teh kuletakkan begitu saja di kursi panjang depan warung. Aku mulai beraksi kembali. Menemani Ibu berjualan di malam ini. Memanggang sate untuk para pelanggan kami yang telah menanti. Sebenarnya ada rasa bosan menghabiskan akhir tahun yang selalu seperti ini. Sampai - sampai terlintas dibenakku, "Kapan impianku menjadi the Real Boss tercapai?"
"Mungkin tahun 2013 nanti!" seruan dalam hati tiba - tiba bersua. 
"Ayo semangat!" kataku dalam hati.
Aku mulai bangkit lagi. Mengambil posisi siap tuk memanggang. Diiringi deru - deru petasan di langit luas, ditemani secangkir teh penutup tahun dua ribu dua belas. 

** Happy New Year 2013 !!!!!!! :)

Salam Perpisahan 2012

Dua ribu dua belas..
Ada cerita teringat jelas..
Ada kisah tinggalkan bekas..
Terekam dalam catatan kertas..

Dua ribu tiga belas..
Aromanya siap menjadi penghias..
Penghujung tahun dalam bias - bias..
Penggerak semangat baru kejar mimpi diatas..

Selamat tinggal dua ribu dua belas..
Selamat datang dua ribu tiga belas..
Evaluasi resolusi yang sempat terlintas..
Mari bertindak sambut cita tanpa batas..

-- 31 Dec 2012 pukul 10.19 PM --

Efek 5 cm

Tahun 2012 sebentar lagi usai. Banyak perubahan terjadi di Indonesia. Khusus di bidang perfilman Indonesia tahun ini, menurut saya film - film Indonesia semakin berkembang. Contohnya pada pertengahan tahun 2012 tepatnya tanggal 12.12.12 film berjudul "5 cm" diputar. Film yang diangkat dari novel best seller yang mencapai cetakan kedua puluh lima ini akhirnya dapat dinikmati oleh pecinta film tanah air. Tidak seperti jenis film - film horor gak jelas yang sempat memenuhi bioskop perfilman Indonesia, kali ini "5 cm" membawa aroma baru.



Pasti sudah banyak yang mengetahui bagaimana jalan ceritanya, sehingga saya tak perlu lagi bercerita panjang lebar mengenai tokoh, latar dan plotnya. Untuk itu saya hanya mau berbagi bagaimana efek - efek yang saya alami, baik setelah membaca novel ini maupun setelah menonton filmnya. Simak ya :D

Efek Membaca Novel "5 cm"
  • Cerita 5 sahabat membuat saya teringat pada sahabat - sahabat. Bagaimana aneka perbedaan karakter manusia mengumpul menjadi satu, saling berdiskusi, berbicara banyak hal, saling mengerti, memahami, dan menyayangi.
  • Penggambaran indah panorama melihat awan dari atas puncak Mahameru menggerak hati tuk bertandang kesana.
  • Dialog - dialog kocak, penuh syarat filosofi dan ilmu pengetahuan mengisi ruang kosong otak yang haus akan pengetahuan.

Efek Menonton Film "5 cm"
  • Membuat saya ngakak melihat tingkah kocak para pemerannya.
  • Panorama alam yang disuguhkan dalam rekaman kamera, sungguh membuat saya terpesona dan kagum akan ciptaan-Nya.
  • Air danau Ranukumbolo membuat tak sabar raga ini menceburkan diri disana.
  • Niat Mendaki puncak Mahameru berselimutkan abu vulkanik semakin menantang saya pergi kesana.
  • Membuat saya lebih mencintai negeri, berbangga pada negeri ini yang ternyata lebih memiliki pesona indah didalamnya.
  • Dan tentu saja, kisah persahabatan didalam cerita membuat saya semakin cinta sahabat - sahabat saya.
  • Membulatkan tekad perjuangan mendaki impian hidup yang belum tercapai, walau langkah impian itu berjalan setiap 5 cm sekalipun.
:D coretansangboss

Renungan Akhir Tahun

Sebentar lagi akhir tahun berganti..
Sebentar lagi masa lalu kan pergi..
Tahun baru t'lah menanti..
Aromanya t'lah terasa lagi..

Terompet siap berbunyi..
Sorak kegembiraan hinggap disana sini..
Penanda waktu akhir tahun menghampiri..
Penanda pintu gerbang tahun depan mendekati..

Setumpuk impian terukir dihati..
Terbungkus bersama semangat diri..
Siap mengisi esok hari..
Menyongsongnya hingga tercapai..

Ada sebagian impian baru melengkapi..
Ada sebagian impian lama telah terganti..
Ada cita - cita baru t'lah berdiri..
Ada cita - cita lama t'lah terpenuhi..

Jika tahun ini impian belum terpenuhi..
Strategi lama harus diperbaiki..
Jika tahun depan impian baru datang tanpa permisi..
Ciptakan strategi baru menggenggam mimpi..


*** Selamat Tahun Baru 2013 
Semoga resolusi impian kita di tahun mendatang tercapai dengan semangat tahun baru yang telah kita tanamkan dipikiran dan hati. :)

Membuat Resolusi 2013

Resolusi kerap diperbincangkan disetiap akhir tahun. Resolusi bisa berarti komitmen - komitmen pencapaian suatu keinginan, impian yang belum terwujud pada tahun yang baru saja kita lalui. Sebuah resolusi tahun depan dijadikan momentum penggerak semangat menjalani hidup di tahun mendatang. Agar resolusi yang telah kita rancang untuk tahun berikutnya tidak terlupakan dengan percuma, berikut beberapa tips cara membuat resolusi tahun 2013 - mu :) >>

Resolusi Alphabet
Buat resolusi tahun depanmu dengan kalimat berawalan A-Z. Wow, banyak ya? Nah, buatlah resolusi dari hal yang terpenting sampai hal kecil. Misalnya, A = Akan lebih baik dari hari ini, B = Biasakan bangun pagi, C = Cari ide - ide seru membuat artikel, dan seterusnya.

Tulis dan Simpan
Tuliskan impian dan harapan dalam sebuah kertas, kemudian simpan rapi ditempat aman dan tersembunyi. Buka kembali catatan resolusi pada akhir tahun 2013 , dan lihat bagaimana resolusi yang kita buat berjalan sepanjang tahun itu. Masih adakah resolusi yang belum tercapai? Ini akan menjadi evaluasi diri bagi kita tuk menjalani tahun berikutnya.

Tempel Dinding
Supaya terus mengingat apa impian yang ingin dicapai, tempelkan catatan resolusi pada board dinding kamar. Tempel gambar ataupun foto - foto pendukung mengenai hal - hal yang ingin kita capai. Misalkan tahun 2013 nanti ingin punya mobil, pasanglah mobil impianmu disana. Dari melihat apa resolusi yang tertempel setiap waktu, niscaya menggerakkan niat dan usahamu tuk menggapainya.

Bikin Resolusi Bareng
Sharing resolution atau bikin bareng resolusi mu pada sebuah jurnal atau buku curhatan bersama sahabat - sahabat terdekatmu. Ini efektif untuk kita yang malas membuat resolusi sendiri. Melakukan bersama - sama akan menambah ketertarikan dan rssa saling memberi support mencapai impian kita.

Itulah beberapa cara membuat resolusi tahun mendatang agar lebih menarik. Meski sudah membuat resolusi, jangan lupa harus segera mulai berjuang mengejar hal - hal yang telah kita tuliskan dan tanam didalam hati. Jangan sampai resolusi yang telah dibuat menjadi sia - sia tanpa perjuangan yang bermakna.

Sunday, December 30, 2012

Ragam Cerita Hujan

Jika kau perhatikan hujan, disitu ada tawa..
Guyuran airnya mengundang kawanan anak bercanda..
Dibawah derasnya mereka bermain gembira..
Berlari - lari menikmati usia belia..

Jika kau perhatikan hujan, disitu ada luka..
Tetes demi tetesannya menambah derita..
Membawa kembali kenangan pahit bermuara..
Bulir - bulirnya membekas sesakkan dada..

Jika kau perhatikan hujan, disitu ada anugerah..
Para petani sumrigah..
Awali semangat yang pernah punah..
Pertanda kemarau berakhir sudah..

Jika kau perhatikan hujan, disitu ada resah..
Ketakutan akan langsung tumpah ruah..
Menyapu sawah - sawah..
Tenggelamkan semua rumah..

Jika kau perhatikan hujan, disitu ada ragam suasana..
Kadang tawa, kadang duka..
Kadang anugerah, kadang bencana..
Itulah hujan, datang membawa ragam cerita..

Wednesday, December 26, 2012

Ribuan Kerlip

Kerlipan pesonamu benderang dalam kelam..
Tampak kilap diantara senyum sang malam..
Bagai pelukis angkasa di kegelapan..
Membentuk gugusan bermakna keindahan..

Terpaku membeku memandangimu..
Berkencan denganmu menunggu waktu..
Ditemani buaian angin menusuk ulu..
Menunggu kedipan khas sapaanmu..

Bintang malam,
Peregang hati yang kelu..
Penyejuk pikiran yang beku..
Obati keraguan semangatku..
Beri ribuan kerlip penggebrak malasku..



__at 8.19 PM when I saw a millions stars on the sky___

Mengejar Pagi - Puisi



Langit masih berselimutkan gelap..
Azan subuh membangunkan  tidurku yang lelap..
Walau rasa kantuk masih tetap hinggap..
Selepas sholat aku pun bersiap – siap..

Atribut sudah lengkap..
Seribu semangat makin mantap..
Bersama si merah aku pun berangkat..
Meluncur menerobos pagi yang memikat..

Ku gayung pedal dengan santai..
Lembayung nyanyian penyemangat menyeringai..
Menemani pagiku dalam kedamaian..
Menghilangkan sejenak aroma kepenatan..

Aku dan si merah meliuk – liuk..
Melewati jalan yang belum terlalu sibuk..
Menyapa kokokan ayam..
Bangkitkan gairah yang sempat tenggelam..

Tiba di belokan Gajah Mada, jalan kami terhenti sejenak..
Kesibukan warga mulai tercium menyeruak..
Ratusan pedagang dan pembeli asyik bercengkrama..
Keramaian Pasar Badung begitu terasa..

Terbebas dari kericuhan, kami menyapa patung catur muka..
Wajahnya terdiri dari empat muka yang sama..
Letaknya tepat di bundaran antara Veteran dan Gajah Mada..
Ia seolah merayu kami tuk singgah di taman kota..

Hiruk pikuk Puputan Badung juga mulai bersua..
Namun, kami tak lantas tergoda..
Kami pun sekedar melintas melewatinya..
Pergi mengejar tujuan sebelum semua sirna..

Kugenjot pedal lebih cepat..
Berusaha menggapainya agar tak telat..
Tak peduli walau bercucuran keringat..
Demi sebuah tujuan yang memikat..

Jalanan lurus tak berliku mengantarkan kami..
Sepanjang Hayam Wuruk seolah menyemangati..
Hingga tanpa kusadari, rombongan pecinta sepeda mengikuti..
Mereka melenggang mulus dan akhirnya kami terlewati..

Belokan Hyang Tuah hampir dekat..
Sementara atap bumi hampir saja terlihat..
Semangat genjotan pedal lagi – lagi kupercepat..
Kala tiba di lintasan Hyang Tuah, senyuman pun mencuat..

Alunan pedal kugayung perlahan..
Santai sejenak menikmati pemandangan..
Kanan – kiri aroma kebun kembang menyapu indra penciuman..
Pesona aneka tanaman sangat sayang tuk ditinggalkan..

Tak terasa traffic light bersiap menyambut kami..
Ujung lintasan Hyang Tuah berganti melepaskan kami..
Membawa kami menerobos By Pass Ngurah Rai..
Lurus melintas arena parkiran dekat pantai..

Pesona pantai Sanur Bali mulai tampak nyata..
Keindahannya sungguh menyegarkan mata..
Ku bawa si merah naik melintasi gerombolan pasir..
Tuk berhenti  didekat pesisir..

Langit kini menyapa para pengelana..
Ia merangkul mentari tuk tersenyum bersama..
Menampakkan diri dalam lukisan indah dunia..
Menyongsong awal hari dalam balutan pesona..

Suara deburan ombak tiba – tiba datang..
Ia merayuku tuk bertandang..
Menyelam berpelukan bersama bebatuan dan karang..
Mengalahkan dinginnya air yang menantang..

Aku geletakkan si merah diatas pasir..
Berlari meninggalkan pesisir..
Menyeburkan diri menerima rayuan ombak..
Bergabung bersama gerombolan anak..

Mentari seolah menyambutku penuh tawa..
Kehangatannya lenyapkan hawa dingin yang kini tak terasa..
Akhirnya usahaku tak sia – sia..
Mengejar pesona sunrise tersenyum menyambut dunia..

Mengenal Pasar dan Kehidupannya



Denpasar adalah pusat ibukota provinsi Bali. Bila para turis datang ke Bali, mungkin tak banyak yang tahu tentang kota ini. Mereka lebih mengetahui kawasan Kuta, Ubud dan Nusa Dua yang memang memiliki pesona alam lebih memikat. Sedangkan Denpasar berada dalam lingkungan sibuk khas perkotaan, serta sedikit sekali dijumpai panorama alam yang memikat. Namun, cobalah sesekali telusuri setiap liku jalan kawasan Jalan Gajah Mada dan sekitarnya. Memang, yang akan kita temui bukanlah panorama alam memikat, melainkan panorama kehidupan masyarakat yang hidup didalamnya.
Pada kawasan Jalan Gajah Mada, sampailah kita pada sebuah pasar. Pasar Badung namanya. Seperti lazimnya pasar adalah tempat bertemunya para pedagang dan pembeli, selalu ramai dikunjungi, juga ramai dipenuhi aneka bau – bauan mengengat indra penciuman. Di pasar Badung, orang dapat membeli aneka kebutuhan, baik kebutuhan bahan baku sehari – hari maupun kebutuhan sekunder lainnya seperti pakaian dan alat – alat rumah tangga.
Memasuki gedung pasar, kita akan disambut oleh tebaran para pedagang sembako yang tengah asyik menjajakan dagangannya. Di lantai dasar dan lantai 1 ini, jarang sekali ditemui para pedagang duduk terdiam menunggui pembeli yang datang. Mereka sangat asyik bercengkrama bersama para pembeli, beradu mulut dalam sebuah aksi tawar menawar. Kericuhan serta hiruk pikuk ini akan kita temui lebih sering di pagi hari, bahkan lebih pagi dibandingkan suara kokokan ayam yang baru terdengar kala mentari bersinar. Pasar sembako memang selalu tak sepi pembeli. Maka tak heran bila ruangan lantai dasar dan lantai 1 ini tak akan muat dijejali para pencari rezeki. Untuk mengatasi hal tersebut, maka arena halaman luar pasar dijadikan alternative sebagai tempat mereka berjualan juga. Dengan membangun tenda – tenda kecil, maka jadilah lapak – lapak para pedagang yang selalu bersemangat ini.
Jika kita menaiki lantai 2 hingga lantai 4, aktifitas pasar tidak akan terlihat di pagi buta, melainkan terlihat dimulai antara pukul 9 atau 10 pagi waktu setempat. Di lantai – lantai tersebut, kita akan temui aneka pedagang grosir pakaian, sandal, sepatu, tas, aksesoris, perabotan rumah tangga, serta peralatan sembahyang umat Hindu, seperti udeng, kamen, baju kebaya, dan aneka perkakas upacara lainnya.
Diantara siang yang mengengat kericuhan pasar makin menyurut. Tak banyak pembeli lalu lalang datang. Maka, sebagian pedagang sembako akan mulai menutup gerai lapak mereka. Sementara selain pedagang sembako, pedagan lain tetap beraktifitas menunggui lapak mereka. Jika kita naik ke lantai 2 hingga 4, maka bersiap – siaplah ditawari oleh para pedagang disana. “Ayo mampir kesini , Gek! Bli Bagus.,!” begitulah sapaan khas mereka. Atau bila pembelinya ibu – ibu mereka menyapa, “Bu, cari apa?”
Menuruni anak tangga terakhir tepatnya di pintu keluar gedung, kita akan disambut para pedagang aneka buah – buahan dibawah tenda yang mereka bangun. Kesegaran aneka buah setidaknya dapat menyejukkan mata dan menggugah tenggorokan yang kering. Apel, mangga, jeruk, salak, rambutan, anggur hitam meramaikan keranjang – keranjang besar. Bulir – bulir tubuh kulit aneka buah – buahan tersebut niscaya menggoyang lidah kita untuk sedikit mencicipinya. “Apel..! Salak..! Mangga..!” seruan para penjaja buah akan langsung menyambut kita kala melewati gerai – gerai mereka.
Semakin sore, biasanya pada pukul 3 sore keatas, bersiaplah untuk jalan berdesak – desakan. Karena semakin sore hari, keadaan pasar kembali ricuh. Puluhan orang datang, baik bertambahnya para pembeli maupun para pedagang, terutama di area luar pasar. Teriakan para pedagang menambah keramaian langkah – langkah kaki para pembeli yang ikut berbaur disana. Tidak hanya pedagang buah yang tampak, melainkan pedagang ayam potong, ikan bakar, daging sapi potong mulai berjualan kembali. Aktifitas keramaian pasar sore akan berlanjut hingga petang.
Pemandangan demikian memang sudah biasa. Tapi ada suatu pemandangan berbeda yang akan kita jumpai. Dikerumunan para pedagang tersebut, ada seorang laki – laki mengenakan kalung besar nan panjang. Setelah didekati kita akan lihat jika kalung yang ia kenakan bukanlah kalung biasa. Lingkaran kalung yang menghiasi talinya bukanlah berupa manik – manik nyentrik, melainkan kumpulan uang kertas robek, berwarna pudar tampak disana. Si laki – laki akan berseru kepada para calon pembelinya kira – kira seperti ini, “Yang mau tukar uang! Silahkan.!” Pekerjaan seorang laki – laki tersebut adalah membeli uang yang sudah tak berwujud lagi dengan harga murah tentunya dibawah harga nominal yang tertera pada uang tersebut. Ia kumpulkan uang – uang itu hingga akhirnya bisa ia tukarkan pada bank dengan nominal yang sesuai pada lembaran uang yang ditukarkan. Ada – ada saja cara orang mencari rejeki.

Rindu dibawah Tebing Ayana


Raka sengaja datang terlambat. Begitu tiba, ia melihat sebuah mobil hitam mini mengkilat terparkir dibawah teduhnya sebatang pohon. Ia jelas tentu mengetahui siapa pemiliknya. Dayu Lastri telah tiba lebih dulu disana.

Raka memarkir sepeda motor nyentrik miliknya disebelah mobil Dayu Lastri. Ia kemudian melepas helm dan sesaat duduk terdiam diatas motor sembari menatap pesona alam dihadapannya. Tebing – tebing terjal nan tinggi masih tampak memiliki pesona yang memikat bila bersanding bersama hamparan luas lautan biru dan gumpalan awan putih langit bumi. Pesona daya tarik nan eksotik karya ciptaan Tuhan tersebut memang tak pernah hilang dari benak Raka. Tak ada sedikitpun pesona yang berubah, hanya saja kali itu Raka menemukan pemandangan lain tidak seperti biasanya. Ia melihat pada gundukan tempat kini ia berdiri tak lagi dipenuhi rerumputan hijau. Tanah yang ia pijaki kini tampak kecoklatan, beberapa kursi dan bangku terbuat dari batang – batang pohon hampir mengisi sebagian hamparan tanah coklat tersebut. Dua buah bangku panjang diletakkan saling berhadapan. Ditengahnya disisipi sebuah meja berukuran sama panjang. Sementara beberapa lainnya diletakkan disamping kanan kiri dekat bibir tebing dan sengaja dihadapkan mengarah ke eksotika pemandangan laut lepas.

Tak banyak pepohonan tumbuh menjulang disana. Dari bawah pohon tempat ia berdiri kini, ia bisa melihat pohon berbatang kurus di bibir tebing berteduh sebuah kursi kayu dibawahnya. Dibalik kursi itu, ia dapat mengenali siapa yang bersandar disana. Dayu Lastri telah duduk menanti kedangannya.

Raka memutuskan untuk menghampiri gadis itu. Ia berjalan gontai meninggalkan motornya. Pandangannya lurus kedepan. Begitu tiba disamping Dayu Lastri terduduk, ia hanya berdiri mematung. Lastri yang menyadari kedatangannya lantas menoleh dan menyapanya, “Raka.” Suara lembut Lastri terdengar menyejukkan telinganya. Namun Raka tak lantas menyambutnya. Ia enggan berbicara. Matanya tetap menerawang memandangi hamparan lautan berangkulan bersama awan. Tatapannya kosong.

Janjiku Padamu

Janjiku padamu..
Mengajakmu ke cahaya rembulan..
Menemanimu menggenggam impian..
Menggapai cita bukan sekedar angan..
Bersamamu menjadi pegangan..

Janjiku padamu..
Tersenyum melihat dunia..
Merekam indah panaroma..
Mengukir guratan cerita..
Melewati nestapa dan tawa..

Janjiku padamu..
Pecahkan kepingan keterpurukan..
Menguburnya bersama puing - puing keputusasaan..
Membakarnya dalam kobaran api keceriaan..
Membiarkannya terbang menjadi abu - abu kegalauan..

"25 Dec 2012" - malam petang

Saturday, December 22, 2012

Emak

Guratan keriput terlukis diwajahmu..
Cipratan warna putih keabuan memenuhi rambutmu..
Raga tak sehebat muda dulu..
Rentan kini hinggapi tubuhmu..

Emak, begitu kupanggil dia..
Emak, mengubah dunia..
Di dalam rahimnya hidupku bermula..
Dari darah menjadi manusia sempurna..

Emak begitu gigih dan semangat..
Membesarkanku hingga tumbuh sehat..
Berjuang dengan keringat..
Mencari uang agar hidupku nikmat..

Emak selalu terjaga..
Kala aku merengek di malam buta..
Memberikan apapun yang kuminta..
Memanjakanku dalam segala suasana..

Kini Emak telah menjadi tua..
Tapi, semangatnya tak pernah sirna..
Sikapnya selalu sama..
Menghujaniku dalam manja..

Emak, apakah aku bisa membalas cinta kasihmu?
Sementara hingga kini aku belum mewujudkan mimpimu..
Melihatku menjadi orang berguna dimatamu..
Membawamu melihat dunia yang ingin kutelusuri bersamamu..


Sunday, December 9, 2012

Mengejar Pagi



Langit masih berselimutkan awan gelap. Azan subuh membangunkan  tidurku yang lelap. Walau rasa kantuk masih tetap hinggap, selepas sholat aku pun bersiap – siap. Pakaian dan atribut sudah lengkap. Balutan T-shirt dan celana panjang telah melekat. Si merah juga sudah siap. Ia bertenger di teras depan berkilauan penuh semangat. Aku pun tak mau ketinggalan. Seribu semangat bergelora kian mantap. Bersama si merah aku pun berangkat. Meluncur menyongsong pagi yang memikat.
Aku menggayung pedal dengan santai. Lembayung nyanyian penyemangat menyeringai. Berbait – bait lirik lagu mengalun dari koleksi mp3 yang kusimpan. Menemani pagiku dalam kedamaian. Menghilangkan sejenak aroma kepenatan.
“Widih.., pagi – pagi tumben udah keluar?” kata ibu terheran – heran. “Assalamualaikum!” Aku jawab pertanyaannya dengan salam, sambil lalu melenggang pergi bersama si merah. Para tetangga yang mulai beraktifitas juga sempat heran menatapku pergi di pagi buta. Tapi, kemudian mereka tersenyum setelah kusapa.
Aku dan si merah meliuk – liuk. Melewati jalan yang belum terlalu sibuk. Menyapa kokokan ayam. Membangkitkan gairahku yang sempat tenggelam.
Tiba di persimpangan Gajah Mada, jalan kami terhenti sejenak. Kesibukan warga mulai tercium menyeruak. Ratusan pedagang dan pembeli asyik bercengkrama. Keramaian Pasar Badung begitu terasa. Suara peluit tukang parkir nyaring terdengar. Para tukang parkir sibuk mengatur kendaraan yang datang dan pergi. Silih berganti kendaraan masuk dan keluar dari pintu pasar. Asap kendaraan pun tak terelakan mengganggu kesunyian suasana pagi yang menghilang. Seperti biasa, suasana pasar makin ricuh bila banyak orang tak sabar keluar dari kemacetan. Alhasil, suara klakson semakin menghilangkan suasana pagi yang tenang.
Aroma pasar begitu menyengat. Aneka bau bercampur aduk menjadi satu. Sayur mayur dan aneka buah – buahan tampak menyegarkan. Namun, aroma sedapnya nyaris tenggelam ditutupi aneka bau amis daging hewani dan keringat manusiawi. Untung saja kemacetan tak menjebak kami begitu lama. Terbebas dari kericuhan pasar dan problema aneka aromanya, kami melaju lagi hingga menyapa patung Catur Muka. Sesuai dengan arti namanya, wajah patung ini terdiri dari empat muka yang sama. Letaknya tepat di bundaran antara jalan Veteran dan jalan Gajah Mada. Dekat dari tempat si Catur Muka singgah, lukisan hamparan rerumputan dan pepohonan menyambut sumrigah. Taman Puputan Badung, demikian ia diberi nama. Ia seolah merayu kami tuk singgah disana. Kami lihat hiruk pikuk taman Puputan Badung juga mulai bersua. Namun, kami tak lantas tergoda. Kami pun sekedar melintas melewatinya. Kami pergi mengejar sebuah tujuan sebelum semua sirna.
Kugenjot pedal lebih cepat. Berusaha menggapai suatu misi agar tak telat. Tak peduli walau bercucuran keringat. Demi sebuah tujuan yang memikat. Sesekali kuteguk air dari botol minuman yang kubawa. Lumayanlah, seteguk dua teguk air mampu mengembalikan semangat yang tiba – tiba mereda.
Lintas jalan lurus tak berliku mengantarkan kami. Sepanjang jalan Hayam Wuruk seolah menyemangati. Liku jalanan tampak bersahabat. Sesekali kami bebas meluncur pada jalanan menurun. Namun tak jarang kami temukan area jalanan naik dengan kemiringin tajam. Aku menikmati jalan ini sembari bersiul ikuti alunan lagu yang masih berdendang. Hingga tanpa kusadari, rombongan pecinta sepeda mengikuti. Mereka melenggang mulus dan akhirnya kami terlewati. Kaki – kaki jenjang nan kuat mereka mengalahkan kekuatan kaki kurusku. Namun aku tak perlu kecewa. Langit masih belum terlihat sempurna. Ku kayuh lagi pedal dengan semangat empat lima. Kami melewati kanan kiri toko – toko dan restaurant yang masih tutup. Kebisuan ragam bangunan itu seolah menatapku datar. Aku acuhkan tatapan kebisuannya, kala nyanyian kriuk – kriuk perutku secara tiba – tiba bersorak “lapar”.
Belokan jalan Hyang Tuah hampir dekat. Begitu juga atap bumi hampir saja terlihat. Semangat genjotan pedal lagi – lagi kupercepat. Kala tiba di lintasan Hyang Tuah, senyuman pun mencuat. Aku kayuh alunan pedal perlahan. Bersantai sejenak menikmati pemandangan. Tampak di kanan – kiri aroma kebun bunga – bunga menyapu indra penciuman. Pesona aneka tanaman sangat sayang untuk ditinggalkan.
Tak sampai lima menit berlalu, traffic light bersiap menyambut kami. Ujung lintasan Hyang Tuah berganti melepaskan kami. Membawa kami menerobos By Pass Ngurah Rai. Lurus melintas arena parkiran dekat pantai.

Cemas

"Tidaaaak! jangan sekaraaang..!!!" Aku berteriak didalam hati. Ramon telah duduk disampingku kini. Ia tersenyum - senyum. Pipinya merah merona. Terlihat dari wajahnya ia sedang dicandu asmara. Aku tersenyum geli melihatnya sembari menahan gejolak yang tiba- tiba datang tanpa permisi. Walau saat ini hati berbunga - bunga, jiwa seolah melambung ke angkasa, namun kecemasan kian menerpa. Aku mencoba menahan resah yang bergelora. Kupegang perutku sejenak sembari menghimpit kedua kakiku kuat - kuat hingga posisi dudukku menjadi salah tingkah.
"Kenapa?" tanya Ramon padaku. Kujawab pertanyaannya dengan gelelengan pelan nan lesu.
"Tenang saja. Ibu baik kok, tak perlu cemas." katanya lagi.
"Iya." aku menyahut datar. Kakiku gemetar, sekujur tubuhku berkeringat. Kecemasan makin terasa.
"Sayang, kamu tidak apa - apa kan?" Ramon memastikan lagi seraya menatapku heran.
"Aku baik - baik saja." kataku terpaksa.
Tapi, wajahmu seketika pucat begini?"
"Benarkah? gak apa - apa kok, sayang. Hmm, tapi, berapa lama lagi Ibumu tiba?"
"Nah, itu dia datang!"

Ibu Ramon tiba. Ia terlihat sedang berjalan menghampiri kami berdua. Wajahnya memancarkan sosok ibu yang ramah. Aku tersenyum padanya dan dia pun membalas senyumku dengan tulus. Aku dan Ramon kemudian berdiri menyambutnya. "Ups!' kakiku semakin gemetar. Keringat dingin makin kurasakan. Perutku tiba - tiba terasa terkoyak - koyak tak karuan. Aku tak bisa menahan gejolak yang datang. Kecemasan makin menghantuiku lagi.

Ramon menyalami ibunya terlebih dulu. Begitu tiba giliranku menyalaminya, ibu Ramon tampak heran menatapku. 
"Loh, kenapa wajahmu pucat sekali, Nduk?" tanya ibunya.
"Ibu, boleh saya permisi sebentar?" kataku kemudian.
"Ia silahkan." Ibu Ramon tersenyum mengangguk padaku.

Sejurus kemudian aku berlari terbirit - birit.
"Sayang, ada apa?!" Ramon bertanya sedikit berteriak.
Tak kupedulikan Ramon dan tak kulihat wajahnya yang mungkin terheran - heran melihat tingkahku. Aku tetap berlari meninggalkan meja makan dan mencari toilet.

"Hfff..!" Akhirnya kecemasanku berakhir sudah. Aku duduk diatas closet seraya bernafas lega. Keteganganku melawan gejolak perut berakhir di toilet ini. Perutku terasa lega. Muka pucatku sirna seketika. Namun, aku tak tau cara menahan malu menghadapi calon mertua setelah ini.

Monday, December 3, 2012

Pasukan Merah

Dia menampakkan wajahnya penuh amarah. Senyum tak pernah terlihat dari raut mukanya. Alisnya selalu mengerut kebawah. Bibirnya selalu tampak manyun runcing kedepan. Matanya selalu tampak serius. Tak pernah kulihat wajah cerianya.

Kini aku bersama dirinya. Dia mengajakku ikut terjun kedalam pertempuran. Aku menjadi pendukung pasukannya. Teman - teman seperjuangannya telah siap dengan aneka kostum yang beragam. Beberapa ada yang berseragam merah persis sama seperti apa yang ia kenakan. Beberapa juga ada yang berseragam biru, kuning, putih, hitam, juga abu - abu. Kostum warna warni mereka menyemarakkan suasana pertarungan yang semakin tegang. Semangat perjuangan terdengar dari suara nyanyian perang mereka. "Hiya.. Hiya..!" suara - suara mereka bergemuruh membangkitkan semangat tempur didalam dada.

Di arena pertarungan babak pertama, aku dibantu tiga pasukan dari kawanan mereka yang berseragam merah. Mata mereka menyala. Sebagai pemegang ketapel raksasa, aku menjadi penentu kemenangan mereka. Maka, aku berusaha keras tak ingin mengecewakan mereka. Kuperhitungkan sudut arah ketapel harus kuarahkan kemana nantinya agar tepat mengenai rombongan musuh di depan sana. Mataku waspada mengintai target musuh. Salah satu pasukan merah sudah siap menjadi peluru. Sementara pasukan merah lainnya telah menanti dibelakang menunggu giliran. Kupincingkan mata sembari siap menarik tali ketapel berisi salah satu pasukan merah. "Cetaaaar..!" Pasukan merah pertama melambung tinggi ke angkasa setelah kutarik kencang tali ketapel. Ia kemudian jatuh mengenai beberapa kawanan musuh, terguling - guling merobohkan sebagian bangunan tempat markas musuh tinggal. Beberapa musuh berwajah bulat berlubang hidung besar, dengan kostum berwarna pink disana berhasil dilumpuhkan. "Hiya..! Hiyaaa...!" spontan suara - suara kemenangan pasukan merah berdendang.

Kulihat tinggal tiga pasukan musuh lagi yang masih tersisa. Kulakukan strategi yang sama lagi. "Cetaaar.. !" kali ini salah pasukan merah kedua melambung jatuh tersungkur merobohkan sebagian lagi bangunan. Namun, tidak berhasil melumpuhkan habis lawan. Kini pasukan merah terdiam. Hanya kesunyian yang kudengar. Aku merasa bersalah. Kususun stategi lebih matang. Kali ini aku harus berhasil. Pasukan merah ketiga ini adalah terakhir yang kupunya. Kutarik dengan kuat - kuat tali ketapel begitu strategi sudah siap. Akan tetapi ketika tanganku hendak melepaskannya, tiba - tiba semua menjadi gelap.
"Jiaaaaah...!" spontan aku berteriak menatap layar hitam diatas meja.
"Lha, kenapa?" tanya temanku yang sedari tadi sibuk bercengkrama bersama blackberry miliknya.
"Baterai drop, Man..!" kataku seraya menunjuk talenan canggih dihadapanku.
"Hihihi.. Angry Bird nya tadi sampai level mana? " ia kemudian bertanya sembari terkekeh mengejekku.

Sunday, December 2, 2012

Takut


Aku takut
Wajahku makin kusut
Ragaku kian lama menciut
Pikiranku pun makin kalut

Ragam ketakutan kian menyelimuti
Menjadi beban dalam diri
Mengingat penyakit ini sulit terobati
Mengingat waktuku tinggal sedikit lagi

Tapi, kemarin mereka datang kesini
Para relawan itu datang dengan semangat berarti
Memberi senyum yang berarti
Hilangkan ketakutanku yang  sempat menghantui

Walau waktuku terbatas
Walau kisah hidupku tinggal selembar kertas
Gerakan semangat kan tetap kusebar luas
Hari – hari kan selalu kuisi dengan ragam aktifitas

Selamat hari AIDS !

Larut Malam

Tiba - tiba aku terbangun pada malam yang masih larut. Tubuhku terasa lemas. Mataku terbuka menatap atap kamar yang masih gelap. Sekujur tubuh terasa berpeluh keringat. Bukan hawa dingin yang terasa, melainkan rasa gerah menyelimuti suasana malam kali ini. Tenggorokanku terasa kering. Rasanya aku terserang dehidrasi tingkat tinggi. Dan aku butuh segelas air. Maka, aku pun berusaha duduk sejenak diatas tempat tidur, baru kemudian mencoba berdiri menghidupkan saklar lampu di dekat pintu kamar. Dengan badan lunglai aku menggerakkan kenop pintu kemudian pergi melangkah keluar dari kamar.

Walau mata ini terkantuk - kantuk, aku berusaha berjalan perlahan dalam ruang gelap seraya meraba tembok. Aku berhasil lolos melewati ruang tamu menuju ruang dapur. Kubuka kulkas dan kurasakan betapa dahsyatnya hawa dingin yang menyambar tubuhku. Seketika tubuhku menjadi kering. Hawa sejuk menyegarkan menelusup ke pori - pori kulit.
"Glek.. !" Perasaan lega langsung mengalir membasahi kerongkonganku yang kering. Air dingin dari botol di kulkas meluncur mulus melalui mulutku.

Setelahnya pandanganku beralih pada penghuni kulkas yang lain. Mataku kini tak berkekuatan lima watt lagi, namun sudah terbuka lebar ketika kulihat makanan kesukaanku bertenger manis disana. Panggilan rayuannya tak terelakan telah menggoda hasrat ingin ngemilku yang tak terkendali. Kusobek balutan baju yang membungkus tubuhnya. Kudapati tubuhnya yang padat berwarna coklat makin menggoda dan menggiurkan lidah. Segera saja kugigit dan kutelan tubuh mungilnya. 
"Nyam.. Nyam.." segigit dua gigit coklat perlahan kunikmati sensasi kelezatan rasanya.

"Maling..! Maling..!" kudengar suara Ibu berteriak mengagetkanku. Aku buru - buru menutup kulkas kemudian berlari sembari menggenggam sisa coklat. Aku berlari kearah bayang - bayang ibu yang pada saat itu kulihat sedang berdiri di depan pintu kamar mandi dekat dapur. Namun Ibu malah berlari ke ruang tengah menjauh dariku sambil berteriak kembali, "Maling..! Maling..!" Aku menyusulnya berlari dengan perasaan takut ditamabah lagi jantung kini berdegup.
"Ada apa Bu?" Ayah yang baru keluar dari kamar bertanya pada ibu setelah menghidupkan lampu di ruang tengah. Mata ayah langsung waspada.
"Itu, maling tadi kulihat di dapur." jawab Ibu dengan nafas tersenggal - senggal.
Jantungku yang tadinya berdegup kencang akhirnya menyurut seketika mendengar pernyataan Ibu.
"Itu aku, Bu." pernyataanku lantas disambut gelak tawa Ayah yang membahana.