Thursday, January 31, 2013

Hujan Terminal Kota



Rintik hujan menyapu ibu kota. Lalu lalang bus – bus tak sabar mengantri. Berdesak – desakan melaju perlahan diiringi seruan klakson berderu – deru. Beberapa bus tampak terlihat baru tiba di pintu masuk. Sementara beberapa bus lainnya bergantian ngerem lalu melaju melesat bebas melewati pintu keluar. Kepulan asap abu – abu menghitam diantara rintikan hujan. Asapnya menelusup masuk melewati hidung kemudian hinggap ke paru – paru. Seketika aku terbatuk – batuk. Segera kututup hidung dan menahan nafas dalam – dalam, sampai tak kurasakan lagi asap itu menerobos ke masuk hidungku. “Srfff..!” pelan – pelan aku mengambil nafas lega sembari menyeruput kopi panas dihadapanku. Aku duduk di kedai kopi menatap siang berselimutkan hujan. Bersantai sejenak dari pekerjaan yang menguras tenaga. Seperti biasa, di kedai kopi ini aku selalu menghabiskan waktu istirahat.

“Hey, melamun sampean!” Bambang menepuk pundakku kemudian ikut duduk disebelahku. Aku tersenyum melihatnya.
“Mbok, Kopi biasa yo!.” tanpa ditawari Bambang memesan kopi.
“Siap..!” dengan centilnya si Ibu – ibu pemilik kedai kopi berkedip.
“Dapat berapa sampean?” tanyaku basa basi.
“Ya, lumayanlah. Bisa buat pulang kampung nanti.”
“Alhamdulillah ya.” Timpalku tanpa gairah.
“Jan, koe belakangan ini murung terus? Masih kepikiran si Laksmi?” Bambang menatapku dalam – dalam. Mukanya serius memperhatikanku.
“Sedikit Bang.” Kataku lirih. Hatiku terluka. Ada sesak menelusup ke dada.
“Kira – kira sebulan lalu ya?” Tanya Bambang. Aku mengangguk pelan.
“Jani, Jani, kasihan sekali kawanku ini.” Ia menepuk – nepuk pundakku berusaha menghilangkan beban kesedihanku. Aku menengadah menatap awan yang semakin kelam berusaha menahan air mata agar tak tumpah.
“Ini kopimu Bang. Kalau lihat Jani terus sedih begini, bisa – bisa kedaiku jadi sepi.” Mbok Made datang membawa kopi pesanan Bambang lalu ikut nimbrung bersama kami.

Siang itu kami bercerita lagi. Cerita mengenai apa saja. Aku dan kawanku, Bambang biasa nongkrong disini. Jika lelah menjajakan jualanan masing – masing, kami duduk bersantai di warung milik Mbok Made. Aku dan Bambang berkenalan di tempat ini. Tempat dimana kami mencoba mengais rejeki., menawarkan aneka minuman atau makanan ringan. Ketika bus – bus tiba memasuki terminal, kami bersiap mencegat para penumpang yang turun, menawarkan dagangan kami. Sebaliknya jika bus – bus hendak berangkat, kami memasuki satu persatu bus, berjalan melewati setiap kursi penumpang sambil berkoar – koar mempromosikan dagangan kami. “Minum, Bu?”, Roti, Pak?”

Tuesday, January 8, 2013

Senja Berkabut

Lembayung senja singgah menerpa bilik jendela..
Namun tampak tak berwarna..
Hanya kabut menyelimuti bumi raya..

Seketika angin datang penuh amarah..
Merontokkan ranting - ranting tergolek lemah..
Menggugurkan dedaun hijau dengan pasrah..

Keributan senja mengundang hujan bertandang..
Menghentikan nyanyian burung yang terbang..
Mematahkan suasana senja yang tenang..

Dari balik jendela kami terpana..
Menganga dalam takjub sang penguasa..
Dari balik jendela kaki kami gemetaran..
Menciptakan segumpal ketakutan..
Dari balik jendela hawa dingin terasa..
Menusuk pori singgah ke sukma..
Dari balik jendela keberanian kami terpatahkan..
Niat berkelana sejenak kami urungkan..
Dari balik jendela kami menunggu..
Dalam kecaman senja yang bertalu - talu..
Dari balik jendela kami termenung..
Meresapi nasib kami yang kini mendung..

_ Senja Berkabut_