Aku duduk
disitu. Di halte menanti bus yang kutunggu. Kuputar mp3 yang aku taruh disaku.
Sembari menunggu, mp3 itu pun berlagu. Sesekali hentakan kaki ini mengikuti
irama yang mengalun. Mencoba hilangkan penat yang sampai ke ubun - ubun.
Lumayanlah suara musik menghibur walau bibirku masih sedikit manyun. Lelah
memang terasa. Menanti bus yang lama sekali tiba. Memang aku tak sendirian
disana. Ada ibu - ibu paruh baya duduk dengan terkantuk - kantuk. Kakek - kakek
lansia dengan cucunya yang masih belia. Pria berdasi yang berdiri diujung tiang
halte seraya memainkan hanphone. Dan aku sendiri, seorang pelajar yang baru
pulang dari kuliah duduk dengan muka tertekuk.
Lagu yang
sedari tadi kuputar tiba - tiba menghilang. Lagu milik band Slank yang terakhir
kudengar tersendat ditengah jalan. Oh ternyata baterai mp3-ku koma. Alhasil,
kini aku aku hanya diam tak bersuara. Tak ada hentakan kaki yang sesekali
berdentum. Tak ada nyanyian hati yang ikut melantun. Namun kini, hanya suara -
suara bising terdengar. Suara klakson - klakson kendaraan terdengar hingar
bingar. Suara - suara knalpot truk - truk besar, mobil - mobil pribadi dan
sepeda motor juga ikut meramaikan. Asap yang mengepul tak dapat dipungkiri
menjadi penyemarak hiruk pikuk jalanan. Akhirnya polusi tak
terhindarkan bahkan terus mengalami peningkatan.
"Wuss..!!"
suara pintu bus terbuka. Akhirnya hatiku lega. Kelelahan sehabis kuliah serta
menanti bus yang lama sirna juga. Kami yang ada di halte satu per satu memasuki
bus kota setelah beberapa orang keluar dari bus. Keadaan di dalam bus sedikit
mendinginkan hati. Cuaca panas diluar berubah adem dan nyaman di dalam bus
ber-AC ini. Aku pilih tempat duduk paling belakang. Karena hanya disitulah
tempat duduk yang tersisa.
Dua puluh
menit kemudian bus berhenti pada halte berikutnya. Penumpang yang duduk
disebelahku yang kini keluar. Sedikit penumpang yang baru datang. Hanya ada dua
orang kulihat. Seorang remaja laki - laki memakai seragam SMA dan seorang
gadis. Seketika aku terpana melihat gadis itu. Wajahnya mempesona. Matanya
memancarkan cahaya. Hidungnya mancung bak hidung orang timur tengah. Bibirnya
seksi seperti bibir Angelina Jolie. Pipinya tirus nan mulus. Tubuhnya tinggi
nan langsing. Kulitnya hitam namun eksotik, kencang nan segar. Rambutnya hitam
keriting terurai panjang. Pakaiannya sopan menggunakan kemeja dan celana
panjang. High heels yang ia kenakan semakin membuat tubuhnya jenjang. Tas
selempang terselampir dibahunya. Ia berjalan dengan anggun seraya menyebarkan
pandangan berusaha mencari tempat duduk yang tersisa. Ia berjalan menuju
kearahku. Tepatnya kearah tempat duduk disebelahku yang kosong. Seketika
sekujur tubuhku kaku membeku. Jantungku berdegup tak menentu. Aku tak bergerak.
Matanya kini menatapku. Ia tersenyum padaku. Kubalas senyumnya walau aku tahu
terasa kaku. Hatiku melayang dibuatnya. Ketar - ketir perut tambunku bergoyang.
Keringat seketika mengucur tak terhalang.
Ia tiba di
depanku, bersiap mengambil tempat duduk disebelahku. Kini aku dapat dengan
jelas melihat wajahnya. Namun ia tidak langsung duduk disebelahku. Ia
membungkuk dihadapanku seraya berkata. "Gendut"
Aku terkejut.
"Kurang ajar benar gadis ini" pikirku.
"Hi
Gendut!"
Lagi - lagi ia
mengataiku dengan sebutan itu.
"Cepat
bangun!"
Lah, kali ini
ia berseru menantangku. Wajahnya berkerut dan menunjukkan amarah yang tak
terduga.
Dahiku
berkerut. Aku tak mengindahkannya.
"Plak!"
ia menampar pipiku yang cubby dengan keras.
"Adoooow..!!!"
aku mengaduh dengan lantang.
Pipiku
kesakitan, mataku berkunang - kunang. Aku lihat gadis berseragam SMA kini
didepanku. Bukan gadis berpenampilan anggun nan eksotik itu. Gadis itu ternyata
adik perempuanku. Dengan muka sangar ia berdiri menatapku yang kesakitan.
"Cepat
bangun Genduuuut..!!" Ia berseru lagi sembari melemparkan bantal kearah
mukaku. Untung saja aku langsung menghindar.
"Dasar
kebo..!" Ia akhirnya melenggang pergi keluar dari kamarku.
No comments:
Post a Comment