Sore hari tiba. Saatnya menghentikan aktifitas kantor yang
menyiksa. Seperti biasa, aku selalu pulang dengan menaiki Sarbagita. Akan
tetapi, ada yang berbeda untuk hari ini. Aku diajak oleh beberapa teman kantor
pergi sejenak ke mall. Ya, hitung - hitung refreshing sejenak melepas penat,
tak ada salahnya pulang ke rumah lebih lambat. Maka, untuk menuju mall aku
berboncengan sepeda motor dengan salah seorang temanku. Tiba di mall, kami
jalan menyusuri butik - butik pakaian, mencoba - coba pakaian yang mungkin
cocok sehingga akhirnya aku temukan pakaian yang cocok dan pas untukku. Niat
untuk menghemat tak belanja pun sirna dalam sekejap. Godaan iman akan
penampilan pakaian bagus pun tak terelakan. Akhirnya, dengan perasaan berat
hati aku ambil kartu ATM dan menuju meja kasir. Ya sudah, aku pun pulang tanpa
tangan hampa.
Di luar mall, tampak langit berubah gelap. Pukul setengah tujuh,
masih ada secerah sinar orange mewarnai langit, pertanda sang raja siang segera
siap bersembunyi ke peraduannya.
"Masih adakah Sarbagita yang lewat?" tanya salah seorang
temanku kala berjalan keluar dari pintu mall.
"Masih. Tenang saja." kataku santai.
"Ok. Kita pulang dulu ya..!" teman - temanku berpamitan
lalu pergi berjalan menuju parkiran. Sedangkan aku berjalan berlawanan arah
menuju halte bus yang di depan mall.
Sesamapainya di halte aku langsung duduk sembari hidupkan mp3.
Disana telah ada seorang wanita yang mungkin sebaya denganku. Kami duduk di
bangku halte yang sama dalam diam sibuk dengan aktifitas masing - masing.
Setengah jam berlalu. Aku masih duduk sambil masih
mendengarkan lagu. Sesekali aku tengak - tengok kearah jalan berharap menemukan
sosok si bus biru. Namun, Sarbagita tak kunjung tampak dari kejauhan.
Hanya ada satu atau dua kendaraan yang melintas. Aku kembali bersabar menunggu
masih ditemani alunan musik - musik korea kesukaanku.
Halte kini penuh. Ada seorang wanita yang daritadi duduk sebelum
aku datang. Ada seorang bapak - bapak bersama tiga anak - anak kecil yang
kemudian datang. Dan ada lagi dua orang bule sepasang laki - laki dan wanita
membawa ransel besar. Beberapa orang ini saja sudah memenuhi halte bus. Apalagi
bila ada tambahan orang lagi yang datang? Pikirku dalam hati.
Sejam berlalu. Hatiku makin resah tak menentu. Suasana malam kian terasa.
Langit sudah tampak sangat gelap, tiupan semilir angin menembus kulit membuatku
sedikit menggigil. Akan tetapi tetap saja si biru tak kunjung menghampiri.
Akhirnya aku bertanya pada seorang wanita yang sendirian sedaritadi.
"Mbak, dari jam berapa menunggu disini?"
Waduh, saya dari satu setengah jam lalu?" jawabnya.
Hah, lama sekali Mbak?" tiba - tiba Bapak - bapak itu
menimpali.
Kami pun bingung satu sama lain. Kami tak tahu harus berbuat apa.
Kami tetap duduk menanti. Sepasang bule akhirnya pergi tinggalkan halte. Bosan
mendengarkan lagu, aku berniat memainkan handphone. Saat akan mengambil
hanphone di dalam tas yang aku selempangkan di sebelah kanan lenganku itulah
aku melihat selembar kertas putih tertempel di dinding halte. Tulisannya tak
tampak terlihat jelas, apalagi di dalam ruang halte tanpa cahaya. Tulisan
tangan berbentuk cakaran ayam itu, membuatku penasaran ingin membacanya. Aku harus
memincingkan mataku hingga benar – benar dapat membaca tulisan berukuran kecil
itu.
"Maaf, hari ini Sarbagita tidak melewati Halte ini
dikarenakan ada gelaran Kuta Festival, akses jalan menuju jalan ini ditutup."
Kaki langsung lemas. Aku memberitahu semua yang masih di halte.
Aku dan seorang wanita disebelahku memutuskan jalan bersama menuju halte
berikutnya di persimpangan nan jauh disana. Gempor sudah kaki ini.
No comments:
Post a Comment