Wednesday, November 7, 2012

Rindu Hujan

Aku masih berdiri di tempat yang sama. Menghadap kearah jalan yang kian berdebu. Mengamati setiap hiruk pikuk kemacetan yang tak kunjung menurun. Di tengah pembangunan proyek jalan tol, kepadatan dan kemacetan disepanjang jalan semakin meruntuhkan kesabaran. Orang - orang selalu tak sabaran menunggu. Tampak selalu aneka kendaraan berebut diiringi suara - suara klakson berbunyi silih berganti. Apalagi sengatan matahari yang begitu dahsyat sepanjang tahun ini, makin membuat orang hilang kendali. Aku memang terbiasa dengan semua ini. Mereka tak peduli jika tubuhku kini menciut. Rambutku kini tak lagi segar berimbun. Salah siapakah ini? Aku pun tak mengerti. Aku hanya tau musim kemarau tahun ini terasa begitu panjang. Meruntuhkan kehidupanku yang makin rentan.

Bukannya aku tak suka terik matahari. Bukannya aku benci panasnya matahari. Malah, aku juga butuh matahari. Tapi, kali ini aku hanya rindu hujan datang kembali. Aku rindu kehadirannya menghiasi muka bumi. Tak pernah lagi kulihat hujan mewarnai. Setiap hari sang raja siang selalu menjadi penguasa. Panas yang dikeluarkan sungguh sangat terasa. Memekakkan kulit hingga memerah. Membuat manusia selalu haus dahaga. Matahari memang tak selalu hadir sepanjang hari. Ia hanya bersembunyi kala bintang dan bulan datang. Tetapi, aura panasnya tetap terasa walau hari petang.

Pagi ini aku masih berdiri di tempat yang sama. Tetap berdiri, walau kaki - kaki ini perlahan rapuh. Tetap berdiri, walau tubuh ini hampir mati. Kulihat matahari belum muncul. Warna jingga masih menghiasi langit pagi ini. Pertanda mentari siap beraksi lagi. Sempat ada semilir angin menyejukkan sedikit kerapuhan tubuh ini. Namun itu tak membuat rinduku terobati. Aku masih berharap hujan menampakkan semaraknya. Aku kembali merunduk lesu. Harapanku pupus, keinginanku sirna. Aku pasrah untuk bersiap kembali mengawali hari bersama sang panas. Ditengah kepasrahanku, tiba - tiba suara itu datang. Tetesan - tetesan air itu seketika datang bergerombol membasahi jalan - jalan juga masuk ke sela - sela kaki ini. Aku tersenyum sumrigah. Lama sudah kurindu. Hujan turun menebas rasa pilu. Gemercik tetesan demi tetesan air yang turun merupakan anugerah bagiku. Air hujan selalu berhasil mengobati rinduku. Membuat tubuhku segar kembali. Menyongsong waktu datangnya hari. Deruan suaranya yang kencang mengobarkan semangat yang hampir mati.

Pagi kali ini tak lagi diawali sang mentari. Ia memberi kesempatan pada sang pembawa rejeki. Aku menikmati pagi ini. Orang - orang yang sedang lari pagi berdatangan kearahku. Mereka ingin berteduh dalam rangkulanku. Namun sepertinya niat mereka urung. Kini rambutku tak rimbun lagi. Kini aku hanya menjadi pohon gundul yang tak dilirik orang kala hujan tiba.



No comments:

Post a Comment