Wednesday, November 7, 2012

Terusik

Jeruji besi ini masih mengurungku hingga kini. Bertahun - tahun lamanya mereka menempatkanku disini. Entah kapan tepatnya aku lupa. Yang aku tahu seperti ada sesuatu yang hilang dalam diriku. Diriku yang bebas berkeliaran. Menikmati hidup diluar dari balik kurungan besi. Aku disini merasa sungguh kesepian. Sepanjang hari berada diruangan 3 x 4 meter, menikmati kesendirian mematahkan kebebasanku.

Keadaan ini memang sungguh sangat tragis. Akan tetapi, aku masih bisa bersyukur karena mereka selalu memberiku makan secara gratis. Lidahku selalu bisa merasakan makanan - makanan enak kesukaanku. Tubuhku selalu terisi oleh nutrisi. Dan hasilnya tubuhku semakin besar dan berisi. Aku tak tau harus berterima kasih atau menyalahkan mereka sang penguasa. Penguasa yang menyuruh para penjaga untuk menahanku dan mengekang kebebasanku, namun tetap memenuhi segala kebutuhanku. Sempat waktu itu aku pernah memberontak. Aku hantam jeruji besi dengan kepalaku. Tapi, apadaya besi tak kunjung roboh. Datanglah dua orang penjaga yang selalu rutin mengunjungiku. Perlahan tapi pasti, mereka berusaha menenangkanku. Salah satu dari mereka dengan lembut mengelus kepalaku, sedangkan yang lainnya menepuk pelan tubuhku. Tak tau mengapa, aku selalu nyaman dekat mereka berdua. Mereka sabar menghadapiku. Mereka yang selama ini menjadi teman bermainku. Mengobati sedikit kesepianku. Mengobati sedikit kebebasanku yang hilang.

Tahun silih berganti. Janggut rambut ini semakin lebat. Tubuhku semakin kuat. Namun tetap saja, hati ini rapuh. Orang - orang yang datang melewati ruanganku tak pernah mengerti. Mereka tak mengerti bagaimana bosannya berada dibalik jeruji. Mereka tak mengerti rasanya tak memiliki kebebasan yang hakiki. Mereka tak tau yang kualami. Yang mereka lakukan hampir sebagian besar selalu sama. Kadang ada yang hanya sekedar melewatiku dengan tatapan ngeri, kadang ada yang berhenti memandangiku dari kejauhan sembari mengangguk kagum tersenyum kepadaku, dan kadang ada yang lebih berani tanpa seijinku menjadikanku objek pemotretan. Dari berbagai aktifitas mereka yang hanya kulihat dari balik jeruji, belum ada yang berani datang mendekat kepadaku, kecuali dua penjaga yang sudah kuanggap sahabatku sendiri. Paling dekat mereka berdiri berjarak 50cm dari batas jeruji. Namun, pada hari ini ada seorang anak kecil kulihat berdiri merapat ke jeruji. Tinggi tubuhnya mungkin hanya seratus centi. Anak lelaki itu tanpa ragu dan takut sendirian berada disana. Tangannya menjulur kedalam ruangan. Ada sebatang coklat ia genggam. Coklat dengan bungkusan setengah terbuka itu, ia kibas - kibaskan kearah mukaku. Aku diam tak menggubrisnya. Aku malas dan ingin tidur saja. Namun ia masih saja berusaha mengusik ketenanganku. "Pluk..!" sebatang coklat itu terjatuh mengenai kepalaku. Sontak aku kaget dan marah. Aku berteriak, lebih tepatnya mengeluarkan suara khasku yang menggelegarkan telinga. Ia juga kaget dan menangis kencang. Orang - orang disekitar lantas kaget histeris menoleh kearahku dan anak lelaki itu. Sang ibu yang sedari tadi asyik mengobrol di telpon kaget dan lari menarik anak lelakinya menjauh dariku. Tampak wajah sang ibu ketakutan seraya menggendong dan memeluk erat anaknya. 
"Mama..!! Singanya galak..!!" anak lelaki itu menangis berseru sambil menunjuk kearahku.

No comments:

Post a Comment