Sunday, December 9, 2012

Cemas

"Tidaaaak! jangan sekaraaang..!!!" Aku berteriak didalam hati. Ramon telah duduk disampingku kini. Ia tersenyum - senyum. Pipinya merah merona. Terlihat dari wajahnya ia sedang dicandu asmara. Aku tersenyum geli melihatnya sembari menahan gejolak yang tiba- tiba datang tanpa permisi. Walau saat ini hati berbunga - bunga, jiwa seolah melambung ke angkasa, namun kecemasan kian menerpa. Aku mencoba menahan resah yang bergelora. Kupegang perutku sejenak sembari menghimpit kedua kakiku kuat - kuat hingga posisi dudukku menjadi salah tingkah.
"Kenapa?" tanya Ramon padaku. Kujawab pertanyaannya dengan gelelengan pelan nan lesu.
"Tenang saja. Ibu baik kok, tak perlu cemas." katanya lagi.
"Iya." aku menyahut datar. Kakiku gemetar, sekujur tubuhku berkeringat. Kecemasan makin terasa.
"Sayang, kamu tidak apa - apa kan?" Ramon memastikan lagi seraya menatapku heran.
"Aku baik - baik saja." kataku terpaksa.
Tapi, wajahmu seketika pucat begini?"
"Benarkah? gak apa - apa kok, sayang. Hmm, tapi, berapa lama lagi Ibumu tiba?"
"Nah, itu dia datang!"

Ibu Ramon tiba. Ia terlihat sedang berjalan menghampiri kami berdua. Wajahnya memancarkan sosok ibu yang ramah. Aku tersenyum padanya dan dia pun membalas senyumku dengan tulus. Aku dan Ramon kemudian berdiri menyambutnya. "Ups!' kakiku semakin gemetar. Keringat dingin makin kurasakan. Perutku tiba - tiba terasa terkoyak - koyak tak karuan. Aku tak bisa menahan gejolak yang datang. Kecemasan makin menghantuiku lagi.

Ramon menyalami ibunya terlebih dulu. Begitu tiba giliranku menyalaminya, ibu Ramon tampak heran menatapku. 
"Loh, kenapa wajahmu pucat sekali, Nduk?" tanya ibunya.
"Ibu, boleh saya permisi sebentar?" kataku kemudian.
"Ia silahkan." Ibu Ramon tersenyum mengangguk padaku.

Sejurus kemudian aku berlari terbirit - birit.
"Sayang, ada apa?!" Ramon bertanya sedikit berteriak.
Tak kupedulikan Ramon dan tak kulihat wajahnya yang mungkin terheran - heran melihat tingkahku. Aku tetap berlari meninggalkan meja makan dan mencari toilet.

"Hfff..!" Akhirnya kecemasanku berakhir sudah. Aku duduk diatas closet seraya bernafas lega. Keteganganku melawan gejolak perut berakhir di toilet ini. Perutku terasa lega. Muka pucatku sirna seketika. Namun, aku tak tau cara menahan malu menghadapi calon mertua setelah ini.

No comments:

Post a Comment