Thursday, October 11, 2012

Aku dan Kamu


Tak pernah bosan rasanya bekerja di perusahaan ini. Bagaimana tidak, walau pekerjaanku lumayan berat aku puas mencuri kesempatan mencuri – curi pandang kearahmu. Itu aku lakukan hampir setiap hari dari selama hari kerja berlangsung. Setiap pagi kesempatan untuk berpapasan denganmu tak pernah mau aku lewatkan. Maka, begitu tiba di hotel, aku bergegas melaksanakan tugasku di lobi hotel. Detik – detik pertemuan itu selalu kunanti dengan harap – harap cemas. Walau pertemuan kita di lobi hanya berkisar beberapa detik, namun itu bisa mampu mengobati kerinduanku.

Kulihat kau datang melangkah dengan anggun memasuki lobi hotel. Seperti biasa pakaianmu menunjukkan sisi feminism yang sangat kental. Seragam hotel kau padu padankan dengan blazer serta rok pendek selutut ditambah lagi kaki indahmu terbungkus manis oleh high heels yang membuat tubuhmu semakin jenjang. Bagaimana laki – laki tidak akan terpesona melihatmu. Tubuh proposional bak kontestan Putri Indonesia, pakaian yang kau kenakan saat bekerja selalu modis dan menjadi contoh karyawan – karyawan wanita lainnya, dan rambut panjangmu hitam legam alami tak kau permak mengikuti mode – mode jaman kini.

Hatiku bergetar setiap kau lewati lobi hotel sambil sesekali kau sunggingkan senyum kepada karyawan – karyawan lain yang kebetulan sedang bertugas di lobi. Inilah yang selalu kunanti di setiap pagi. Melihatmu menebarkan senyum padaku walau aku tahu senyummu hanyalah senyum ramah tamah terhadap sesama karyawan.

Kesempatan untuk melihatmu tak begitu saja berakhir di lobi. Aku selalu mencari kesempatan melewati ruang kerjamu, atau bahkan memasuki ruang kerjamu. Di ruang kerjamu memang bukan hanya kau sendiri yang ada disitu. Baguslah, itu bisa membuat sikap salah tingkahku tidak kentara bila berhadapan denganmu. Siang hari sebelum istirahat berlangsung, kadang salah seorang temanmu atau kau sendiri memintaku untuk dibuatkan kopi atau teh hangat. Wah, dengan penuh suka cita aku sambut tugasku itu. Maka, saat sedang membuatkan kopi untukmu dalam hati aku berdo’a, semoga kopi yang kubuat dengan cinta ini menarik hatimu tuk melihat hatiku, salah seorang laki – laki pengagum rahasiamu. Haha, ada – ada saja. Terkadang aku berpikir, mimpi tuk mendapatkanmu hanyalah sekedar khayalan belaka. Buktinya hingga kini aku hanya dapat melihat indahmu dalam senyum bibir dan tatapan keramah tamahanmu saja. Ya, sudahlah mungkin ini sudah nasib.

Ada satu hal yang selalu aku perhatikan darimu. Tampaknya kau adalah wanita pekerja keras yang rajin. Aku perhatikan kau selalu serius bila ada dihadapan computer. Aku pernah mempelajari ilmu computer sewaktu SMA, itupun hanya sekedar tau cara mengetik dan internetan. Tak terpikirkan olehku ternyata banyak program – program lain dipakai didunia kerja saat ini. Pernah aku sedikit melirik ke layar komputermu, berharap tau apa yang sedang kau kerjakan. Disitu aku melihat ribuan angka dalam suatu program yang tak pernah aku ketahui selama ini. Ingin rasanya aku membantu pekerjaanmu kala kulihat suatu kali dahimu mengerut hingga tiga lapis bak berusaha memecahkan masalah berat dalam otakmu. Namun apadaya, aku tak mengerti pekerjaanmu. Aku hanya bisa berdo’a semoga kau menemukan kemudahan menyelesaikan tugasmu.

Selama setahun sudah hariku di tempat kerja dipenuhi gelora asmara. Hatiku kasmaran. Selalu saja jantungku berdetak, senyumku mengembang dan mataku seolah berbinar ketika aku melihatmu, menatapmu, dan tersenyum padamu. Jantungku selalu berdegup saat aku lewat di ruang kantormu, berusaha mengintip dirimu yang duduk konsen berhadapan dengan computer. Senyumanmu membuat pipiku merona merah ketika berpapasan denganmu. Maka dengan segera aku palingkan wajah supaya tak ketahuaan olehmu.Betapa aku sangat senang akan setiap moment bersamamu. Walau aku tahu kau menganggapnya hanya pertemuan biasa. Aku tahu, aku hanyalah pegawai biasa bahkan bisa dibilang pegawai rendahan. Seorang laki – laki lulusan SMA, berbadan tinggi kurus, namun hanya mampu diterima sebagai Cleaning Service di Hotel berbintang 5 ini. Maka, jadilah aku yang selama ini selalu tak pernah memberanikan diri membuka percakapan pribadi denganmu mulai mengalami syndrome putus asa. Ingin melupakan mimpiku tuk menggapaimu.

Rasa putus asa itu aku tunjukan dengan berusaha menghindari moment – moment pertemuan yang pernah terjadi sebelum – sebelumnya. Setiap pagi aku berusaha mengulur waktu bertugas di lobi demi tak melihat kedatanganmu. Bila aku harus melewati ruang kerjamu, aku berusaha tak mengintip wajahmu. Dan bila salah satu temanmu, atau kau yang minta dibuatkan kopi atau teh, aku selalu meminta teman sesama CS untuk mengantarkan minuman itu ke ruang kerjamu. Upaya – upaya itu aku lakukan demi normalnya kembali hatiku, kosong tanpa dihiasi oleh bayang – bayangmu.

Perasaanku yang kacau balau itu makin menorehkan luka di hati ini. Masih di tahun yang sama di bulan ketiga, aku mendengar kau akan pindah ke lain kota. Kau diangkat menjadi Head Accounting di cabang hotel yang sama namun di kota yang berbeda. Itu berarti, kesempatanku bertemu denganmu akan benar – benar berakhir sudah.

Hari terakhirmu bekerja di hotel ini dirayakan kecil – kecilan di sore hari, selepas pulang bekerja. Semua karyawan hadir berkumpul di aula merayakan hari perpisahan denganmu. Aku juga termasuk di dalamnya, bahkan aku turut andil mempersiapkan makanan acara perpisahan. Hatiku kalut, penuh luka, dan penyesalan. Betapa aku kalut nan panik merayakan kepergianmu yang tak terduga. Betapa hatiku luka dan kecewa akan menghadapi hari – hari tanpa melihatmu. Betapa aku menyesal karena belakangan  ini aku berusaha menghindari moment pertemuan – pertemuan kita yang ternyata hari ini adalah hari terakhirku bisa melihatmu. Menatap indahmu walau hanya dari kejauhan.

Kau berpidato dihadapan para bos, manager, pimpinan perusahaan dan karyawan – karyawan lainnya. Disitu kau mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf – staf karyawan yang ada di aula. Kemudian kau tiba – tiba menangis memandangi orang – orang yang selama ini bekerja bersamamu. Kau tatapi satu persatu teman – teman dekatmu, hingga para karyawan rendahan seperti aku ini. Saat giliran kau memandangiku, ada sebuah getaran lagi yang membuat kakiku tak berkutik. Matamu kini benar – benar menatapku beberapa menit sembari kau sunggingkan senyum khasmu yang membuatku terpesona. Aku diam tak berkutik sembari menahan tangisan hati dan berusaha membalas senyummu walau akhirnya senyum yang keluar dari bibirku terasa kaku. Ah, betapa bodohnya diriku tak membalas senyumnya dengan tulus.

Itulah hari terakhir aku melihatnya disini. Di tempat aku bekerja selama ini. Dimana hari – hariku penuh warna dan bunga penghias hati. Tak akan aku lihat lagi wajah cantiknya, rambut panjangnya, langkah kakinya, tingkah laku anggun dan ramahnya, serta senyum manis yang selalu berhasil menyulutkan kobaran semangatku. Selamat tinggal gadis pujaanku. Aku pengagummu. Dan selamanya hanya akan menjadi pengagum rahasiamu.

Pagi itu aku termenung seorang diri ketika hendak menaruh tas ranselku di loker. Saat itulah terbelesit kembali bayangan wajahnya dalam otakku. Tak terasa ada buliran air mata mengalir di pipi kananku. Segera aku hapus dan bergegas mengunci loker. Kemudian aku pergi berlari mengambil perkakas kerjaku menuju lobi hotel.

*********************************************************************************

Tak pernah bosan rasanya bekerja di perusahaan ini. Bagaimana tidak, walau pekerjaanku lumayan menguras otak aku puas mencuri kesempatan mencuri – curi pandang kearahmu. Itu aku lakukan hampir setiap hari dari Senin hingga Sabtu, selama hari kerja berlangsung. Setiap pagi kesempatan untuk berpapasan denganmu tak pernah mau aku lewatkan. Maka, begitu tiba di hotel, memasuki  lobi hotel aku selalu melihatmu ada disitu melakukan tugasmu. Detik – detik pertemuan itu selalu kunanti dengan harap – harap cemas. Walau pertemuan kita di lobi hanya berkisar beberapa detik, namun itu bisa mampu mengobati kerinduanku.

Kulihat kau dengan salah tingkah tersenyum menyapaku. Seperti biasa kau selalu nampak mempesona dengan tubuhmu yang tinggi berisi. Wajahmu yang lumayan tampan tetap membuatku terpesona walau pekerjaanmu hanyalah tukang bersih - bersih. Mungkin ada banyak wanita yang terpesona melihatmu. Tubuh proposional bak model majalah, rambut plontosmu semakin menunjukkan sisi kharismatik seorang pria.

Hatiku bergetar setiap aku lewati lobi hotel sambil mencuri kesempatan untuk menyapamu lewat senyumku. Inilah yang selalu kunanti di setiap pagi. Melihatmu di dekat jendela kaca, melakukan pekerjaanmu sembari membalas senyumku dengan malu – malu.

Kesempatan untuk melihatmu tak begitu saja berakhir di lobi. Aku selalu mencari kesempatan jika kau memasuki ruang kerjaku. Di ruang kerjaku memang bukan hanya aku sendiri yang ada disitu. Baguslah, itu bisa membuat sikap salah tingkahku tidak kentara bila berhadapan denganmu. Siang hari sebelum istirahat berlangsung, kadang salah seorang temanku atau aku sendiri memintamu untuk dibuatkan kopi atau teh hangat. Betapa gembiranya hatiku saat kau keluar masuk ruang kerjaku kala itu. Haha, ada – ada saja. Terkadang aku berpikir, mimpi tuk mendapatkanmu hanyalah sekedar khayalan belaka. Buktinya hingga kini aku hanya dapat melihat indahmu dalam pesona ketampananmu dan tatapan keramah tamahanmu saja. Ya, sudahlah mungkin ini sudah nasib.

Ada satu hal yang selalu aku perhatikan darimu. Tampaknya kau adalah pria pekerja keras yang rajin. Aku perhatikan pekerjaanmu selalu bersih dan rapi. Kau juga pria yang ramah. Semua orang suka bila dibuatkan minuman olehmu, tak terkecuali aku.

Selama setahun sudah hariku di tempat kerja dipenuhi gelora asmara. Hatiku kasmaran. Selalu saja jantungku berdetak, senyumku mengembang dan mataku seolah berbinar ketika aku melihatmu, menatapmu, dan tersenyum padamu. Jantungku selalu berdegup saat kau  melewati ruang kerjaku. Aku tahu kau selalu berusaha mengintip diriku yang duduk konsen berhadapan dengan computer. Kadang tak sengaja aku melihat pipimu merona merah ketika berpapasan denganku. Kau pun langsung memalingkan wajahmu dengan salah tingkah. Betapa aku sangat senang akan setiap moment bersamamu. Walau aku tahu kejadiannya selalu begitu. Mungkin kau malu. Aku pun sebenarnya malu. Aku tahu, kau hanyalah pegawai biasa bila dibandingkan dengan jabatanku. Seorang gadis dengan jabatan Senior Accountant di hotel berbintang 5, yang lambat laun menyukaimu. Maka, jadilah aku hanya diam tak berbuat sesuatu.

Rasa putus asa itu aku tunjukan dengan berusaha menghindari moment – moment pertemuan yang pernah terjadi sebelum – sebelumnya. Setiap pagi aku berusaha untuk tak melihat kearahmu ketika berjalan melewati lobi. Namun tetap saja hatiku tak kuasa menahannya. Selalu saja aku menoleh kearah tempat biasa kau membersihkan jendela. Hatiku selalu kecewa pada akhirnya kau ternyata tak ada disitu. Saat sedang di ruang kerja, aku selalu mengintip keluar pintu. Memang aku melihatmu, tapi tak seperti biasanya, aku tak lagi memergokimu melihat kearahku. Kau hanya lewat cuek begitu saja. Dan bila salah satu temanku, atau aku yang minta dibuatkan kopi atau teh, kau selalu meminta teman sesama CS untuk mengantarkan minuman itu ke ruang kerjaku. Sejak saat itu aku berpikir, ya sudahlah mungkin kau sudah melupakanku.

Perasaanku yang kacau balau itu makin menorehkan luka di hati ini. Masih di tahun yang sama di bulan ketiga, aku dipindahkan ke lain kota. Aku diangkat menjadi Head Accounting di cabang hotel yang sama namun di kota yang berbeda. Memang aku senang akhirnya prestasiku dihargai dengan dianugerahi jabatan ini. Namun itu berarti kesempatanku bertemu denganmu akan benar – benar berakhir sudah.

Hari terakhirku bekerja di hotel ini dirayakan kecil – kecilan di sore hari, selepas pulang bekerja. Semua karyawan hadir berkumpul di aula merayakan hari perpisahan denganku. Kau juga termasuk di dalamnya, bahkan kau turut andil mempersiapkan makanan acara perpisahan. Hatiku kalut, penuh luka, dan penyesalan. Betapa aku kalut nan panik merayakan kepergianku yang tak terduga. Betapa hatiku luka dan kecewa akan menghadapi hari – hari tanpa melihatmu. Betapa aku menyesal karena aku tak duluan saja ungkapkan perasaanku kepadamu. Tak terbayang ternyata hari ini adalah hari terakhirku bisa melihatmu. Menatap indahmu walau hanya dari kejauhan.

Aku berpidato dihadapan para bos, manager, pimpinan perusahaan dan karyawan – karyawan lainnya. Disitu aku mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf – staf karyawan yang ada di aula. Aku tak kuasa menahan tangis, memandangi orang – orang yang selama ini bekerja bersamaku. Aku tatapi satu persatu teman – teman dekatku, dan para karyawan lain tak terkecuali dirimu. Saat giliran aku memandangimu, ada sebuah getaran lagi yang membuat kakiku tak berkutik. Matamu kini benar – benar menatapku beberapa menit sembari aku sunggingkan senyum kepadamu. Tapi, kau diam tak berkutik sembari membalas senyumanku dengan terpaksa. Ah, sejujurnya aku kecewa dengan balasan senyum kakumu itu.

Itulah hari terakhir aku melihatnya disini. Di tempat aku bekerja selama ini. Dimana hari – hariku penuh warna dan bunga penghias hati. Tak akan aku lihat lagi wajah tampannya, rambut plontosnya, tubuh tingginya, tingkah laku yang sopan dan ramahnya, serta sikap salah tingkahnya yang selalu berhasil menyulutkan kobaran semangatku. Selamat tinggal lelaki pujaanku. Aku pengagummu. Dan selamanya hanya akan menjadi pengagum rahasiamu.

Pagi itu aku termenung seorang diri ketika melangkah memasuki ruang kerjaku. Saat itulah terbelesit kembali bayangan wajahnya dalam otakku. Tak terasa ada buliran air mata mengalir di pipi kananku. Segera aku hapus dan bergegas memulai pekerjaanku. Aku buka komputer dan mulai dengan tugas baruku. Tugas dan tanggung jawab yang lebih berat di meja kerja di ruang kerja baru.




No comments:

Post a Comment