Monday, October 1, 2012

Akhir Cerita


Aku duduk membeku di dalam kamarku. Aku teringat kembali saat - saat lalu. Aku pernah menyukaimu, tepatnya mencintaimu. Mungkin kau tau betapa inginnya diriku memilikimu. Betapa merananya hatiku menanti saat yang tepat tuk ungkapkan isi hatiku. Jantungku selalu berdegup kencang kala berhadapan denganmu. Jantungku selalu tak dapat terkontrol saat kau menatapku seperti itu. Menatap lembut kearahku. Hingga suatu ketika, keresahan, kegundahan, dan kenestapaan itu berakhir dengan sebuah tangis bahagia. Kau utarakan rasa cinta terpendammu yang ternyata memang untukku. Tahukah kau betapa bahagianya aku saat itu, hingga  tak sadar aku menangis dihadapanmu. Kau pun memelukku dengan erat, kemudaian kita bergandengan tangan melompat bersama berlarian di taman cinta. Ya, taman itu seolah menjadi saksi hari jadi kita. Kau dan aku bersatu dalam ikatan sebuah cinta.

Setahun sudah kita lewati bersama. Kadang ada tawa menggelora dalam canda. Kadang ada tangis sedih dalam cemburu. Masa - masa itu memang sangat berharga bagiku. Betapa beruntungnya aku memilki dirimu. Sikapmu yang penyayang dan penyabar selalu menumbuhkan kerinduan dalam hati. Apalagi sosokmu melambangkan pancaran wibawa seorang lelaki.

Setelah setahun sudah kita lewati bersama, kini kau mengundangku bertemu di taman cinta. Taman tempat dimana kita biasa sering menghabiskan waktu bersama. Bersenda gurau sembari memandangi segarnya bunga - bunga yang bermekaran. Begitu aku tiba di taman, kau langsung memelukku sembari menangis. Tangisanmu membawa tanda tanya. Aku berusaha menenangkan dirimu dan segera berbicara. Akan tetapi, kau hanya diam membisu sembari menyodorkan sebuah amplop. Aku bertanya apa isinya, namun tetap saja kau diam tak bersua. Aku segera buka isinya, dan membaca coretan didalamnya. Sebuah surat undangan pernikahan. Dimana tampak jelas tertera disitu yang akan menikah tertulis namamu dan nama seorang wanita yang tak pernah aku tahu. Sontak air mata ini menyeruak merobekkan hati. Aku terluka saat itu juga. Aku menangis sejadi - jadinya. Lantas kemudian kau memelukku dengan paksa seraya berkata, "Maafkan aku,, ini demi menjaga amanat Almarhum ayahku.". Aku menangis sesegukan dalam pelukanmu. Semakin erat kau memelukku hingga nafasku terasa sesak. Biarlah saat ini aku ingin berada lama dipelukanmu. Biarlah aku habiskan tangisanku kali ini juga. Karena aku ingin ini adalah merupakan tangisan terakhirku untuk menangis karenamu. Aku balas pelukanmu hingga tak menyadari celana panjangku tertarik sesuatu. Tiba - tiba teriakan seseorang terdengar memekakkan telinga. 
"Woi, siapa punya anjing itu? Tolong singkirkan!"
Sontak aku berteriak langsung menyadari celanaku tertarik seekor anjing. Aku berusaha melepaskan gigitan anjing itu hingga akhirnya seorang kru melempakan sandalnya, dan membuat anjing itu lari kabur menjauh dari lokasi.
"Ah, adegannya udah dapet banget, malah akhir cerita hancur gara - gara anjing sialan..!!" gerutu sang sutradara.
Mukaku langsung cemberut nan kecewa.


No comments:

Post a Comment