Friday, October 26, 2012

Sebuah Pengakuan

"Hfff..!" Aku menghela nafas lega begitu tiba di rumah. Kuhempaskan tubuh diatas sofa ruang tamu. Istirahat sejenak merenggangkan tubuh yang kaku. Tubuhku pegal nan ngilu. Aku terlentang sembari menutup mata dan mengosongkan pikiran. Berusaha membuang jauh sesak penat yang terselip di otak. Pekerjaan kantor menguras tenaga dan pikiran. Belum lagi jalanan macet tak pernah absen mengikuti perjalanan pulang kerjaku. Hasilnya, selalu begini. Tiba di rumah langsung terkapar, walau seruan Emak tuk segera mandi sudah menggelegar memecahkan otak.

"Kriiiiiiing..!" dering hanphone tiba - tiba mengganggu ketenangan. Dengan seribu kemalasan kulirik layar hanphone. "Bang Jose calling" tertera nama atasanku disana. Membacanya saja membuat mukaku tertekuk. Kudiamkan saja hanphone itu berbunyi. Tak aku hiraukan hingga akhirnya berhenti sendiri.

"Kreoook" aku meregangkan tubuh kekanan dan kekiri. Beranjak dari sofa hendak mengambil handuk lalu lanjut menuju kamar mandi. Baru saja sampai di kamar tidurku, hanphone berbunyi kembali. Lagi - lagi Bang Jose menghubungi. Dengan muka kesal, terpaksa aku terima.
"Assalamualaikum..!" Seruan salam terdengar dari seberang.
"Waalaikumsalam..!" jawabku dengan muka senyum yang terpaksa.
"Dek, bagaimana kabarnya?" tanya Bang Jose. Seketika aku mengernyit heran. Tumben kali ini Bang Jose menelpon diselingi basa basi menanyakan kabar. Biasanya ia langsung nyerocos ngomongin kerjaan. Untuk sapaan Adik sih aku sudah terbiasa. Bang Jose selalu menyebut kata Dek untuk setiap staff bawahannya yang usianya lebih muda darinya.
"Ya Bang, baik. Ada apa?" aku balik bertanya.
"Begini. Sebenarnya sudah lama Abang mau ngomong ini." . Sejenak ia terdiam.
"Ya, ngomong aja Bang." 
"Emmmm, tapi gimana ya? Gak enak aja ngomongnya ya, Dek." Ia terdiam lagi.
"Teseng..! Deg..!" jantungku seketika berdegup. Terlintas dipikiranku beribu duga dan prasangka. Dugaan kalau - kalau si Bang Jose ternyata suka padaku, atau ternyata siap memecatku. "Oh tidak..!" feeling-ku sudah tak enak. Posisiku yang tadinya berdiri langsung terduduk diatas kasur.
"Eala Bang, dibawa enak aja." timpalku.
"Hmm, Sebenarnya sudah lama Abang mau ngaku ke Adek. Tapi waktu ini gak sempat." kata - katanya menambah pikiranku was - was dan dipenuh misteri.
"Silahkan Bang." kataku pasrah. Tubuhku menjadi panas. Jantung berdegup lagi tak karuan.
"Jangan marah ya?"
"Tidak Bang."
"Seminggu lalu, Abang lihat di Musollah pas wudhu siku tanganmu gak terbasuh tuh." akhirnya ia menuntaskan pembicaraannya.
"Oh, itu toh. Kok bisa lihat Bang?" tanyaku akhirnya lega.
"Gak sengaja, Dek. kan tadi Abang bilang mau ngaku." 
Ya udah Bang, makasih yo tegurannya." aku nyengir kuda.
"Tuut.. tuut.." sambungan telpone terputus.
Aku bergegas melepas jilbabku, mengambil handuk lalu berjalan menuju kamar mandi sambil geleng - geleng kepala.

No comments:

Post a Comment